Cari Disini

Jumat, 18 September 2020

Fikih Tentang Isbal

 *KAJIAN RINGKAS FIKIH TENTANG ISBAL*

_________________________

✓ Isbal adalah menjulurkan pakaian sampai di bawah/menutupi mata kaki. Orang yang melakukannya dinamakan musbil.


✓ Banyak hadits yang melarang untuk isbal. Di antaranya:


(1) Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ الإِزَارِ فَفِى النَّارِ


“Kain yang berada di bawah mata kaki itu berada di neraka.” (HR. Bukhari no. 5787)


(2) Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ


“Ada tiga orang yang tidak diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat nanti, tidak dipandang, dan tidak disucikan serta bagi mereka siksaan yang pedih.”


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut tiga kali perkataan ini. Lalu Abu Dzar berkata,


خَابُوا وَخَسِرُوا مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ


“Mereka sangat celaka dan merugi. Siapa mereka, Ya Rasulullah?”


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,


الْمُسْبِلُ وَالْمَنَّانُ وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ


“Mereka adalah orang yang isbal, orang yang suka mengungkit-ungkit pemberian dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu.” (HR. Muslim no. 306).


(3) Dari Abu Sa'id Al Khudri sebagai berikut:


إِزْرَةُ الْمُسْلِمِ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ وَلاَ حَرَجَ – أَوْ لاَ جُنَاحَ – فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْكَعْبَيْنِ مَا كَانَ أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ فَهُوَ فِى النَّارِ مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ بَطَرًا لَمْ يَنْظُرِ اللَّهُ إِلَيْهِ


“Pakaian seorang muslim adalah hingga setengah betis. Tidaklah mengapa jika diturunkan antara setengah betis dan dua mata kaki. Jika pakaian tersebut berada di bawah mata kaki maka tempatnya di neraka. Dan apabila pakaian itu diseret dalam keadaan sombong, Allah tidak akan melihat kepadanya (pada hari kiamat nanti).” (HR. Abu Daud no. 4095)


(4) Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَى مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ


“Allah tidak akan melihat kepada orang yang menyeret pakaianya dalam keadaan sombong.” (HR. Muslim no. 5574).


(5) Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma juga, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


إِنَّ الَّذِى يَجُرُّ ثِيَابَهُ مِنَ الْخُيَلاَءِ لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ


“Sesungguhnya orang yang menyeret pakaiannya dengan sombong, Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat.” (HR. Muslim no. 5576)


✓ Ulama sepakat isbal disertai sombong hukumnya HARAM. Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang hukum isbal jika tidak disertai sombong.


✓ Sebagian ulama menyatakan jika isbal tidak disertai sombong hukumnya HARAM, sebagian yang lain menyatakan hukumnya MAKRUH, sebagian yang lain menyatakan MUBAH. 


✓ Yang berpendapat haram:

- Imam Ibnu Hajar Al Asqalani.

- Ibnul Arabiy

- Syaikh Bin Baz

- Syaikh Utsaimin

- dll.

Berdalil dengan mutlaknya hadits yang melarang isbal baik dengan sombong (hadits 4 dan 5) ataupun tanpa sombong (hadits 1 dan 2). Apalagi hadits ke-3 menyebutkan keduanya terlarang (dengan sombong ataupun tidak).


✓ Yang berpendapat makruh:

- Imam Syafi'i

- Imam Nawawi

- Ibnu Qudamah Al Maqdisy

- Ibnu Abdil Bar.

Dalilnya adalah hadits-hadits yang mutlak (hadits 1 & 2) harus dibawa kepada hadits muqayyad (hadits 4 & 5). 

Jadi hukum isbal jika disertai sombong = Haram, jika tidak disertai sombong = Makruh.


✓ Yang berpendapat mubah:

- Imam Abu Hanifah

- Imam Ahmad bin Hambal

- Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah

- Imam Asy Syaukani

Dalilnya bahwa 'illat pelarangan isbal adalah kesombongan, sehingga jika tidak ada unsur sombong hukumnya boleh. Sebagaimana hadits tentang kain Abu Bakar Ash Shiddiq.

Jadi jika disertai sombong = Haram, jika tidak disertai sombong = Mubah.


Kesimpulan:

> Tarjih: Melihat adanya perbedaan iqab (hukuman) antara isbal dengan sombong dan isbal tanpa sombong (sebagaimana keduanya disebut dalam hadits ke-3) menunjukkan bahwa keduanya hukumnya Haram. Pendapat pertama lebih tepat dalam hal ini.

> Terdapat ikhtilaf mu'tabar di kalangan ulama salaf dalam hal ini. Masing-masing memiliki dalil dan metode yang diterima secara fiqhiyah. Maka wajib bagi kita untuk tasamuh (toleransi) terhadap pendapat lain yang menyelisihi apa yang kita pilih.

> Meskipun sebagian kaum muslimin tidak isbal, tidak boleh sesama muslimin menjadikan perkara tersebut sebagai dasar untuk wala' pada yang sependapat dan bara' pada yang beda pendapat. Sebagaimana tidak menjadikannya sebagai simbol kelompok tertentu.


Allahu a'lam bish shawwab.

••••••••••••••••••••••••••••••••••

18 September 2019

®

Renan Rahardian, S.Si.

_________________________ 


Upgrade ilmu agama-mu, segera entaskan diri kita dari taklid, ikuti terus kajian kami.

✓ Subscribe channel:

https://m.youtube.com/channel/UCee3ovlT2b_rEbKT2x4eiXA

✓ Follow Instagram: 

https://instagram.com/uktub__bekasi?igshid=1eniu7skba0pj

*◉▪️ ══ ༻❀○❁○❀༺ ══ ▪️◉*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar