Kaidah-Kaidah Umum Syari'at Dalam Fiqih Muamalah Bagian Pertama
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتة
إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه. أَمَّا بَعْدُ
Ada beberapa kaidah dasar, yang harus kita pahami, kita dudukkan terlebih dahulu agar pemahaman kita, pengkajian kita terhadap hukum-hukum muamalah itu menjadi lebih mudah.
Salah satu kaidah tersebut adalah hukum asal perniagaan itu adalah halal. Karena Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman,
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
"Dan Allah itu telah menghalalkan praktek jual beli dan mengharamkan praktek-praktek riba.” [QS Al Baqarah: 275]
Ayat ini bersifat umum. Karena di sini Allah tegaskan, البيع. Menggunakan alif dan lam yang yufidul istighroq yang memberikan satu kesan arti al-istighroq semua jenis perniagaan itu halal. Dan sebaliknya semua jenis riba itu hukum asalnya adalah haram.
Dengan demikian dalam mempelajari, mengkaji Fiqih Perniagaan hukum asalnya adalah halal. Sehingga tidak boleh ada yang diharamkan, tidak boleh ada yang dilarang, dicela, kecuali bila benar-benar ada dalil yang shahih, yang valid dan pendalilannya betul pula, valid pula, bahwa transaksi tersebut adalah transaksi yang haram. Misalnya jual beli bangkai, jual beli khamr, jelas-jelas ada larangannya.
Namun ketika kita hendak berjualan barang-barang yang di jaman dahulu tidak pernah ada, di jaman Nabi. Misalnya berbagai alat-alat elektronik yang ada di jaman sekarang, komputer, HP, pesawat terbang dan lain sebagainya hukum asalnya halal. Walaupun itu tidak pernah ada dalilnya, ini kaidah yang pertama.
Pendek kata dalam hukum muamalah, siapapun yang mengharamkan salah satu model, salah satu bentuk dari perniagaan maka dialah yang harus menjabarkan, menjelaskan, mendeskripsikan dalil dasar pijakan dari fatwa dia, bahwa perniagaan tersebut haram. Kalau tidak maka kembalikan kepada hukum asal “perniagaan itu adalah hukum asalnya halal”. Ini adalah kaidah pertama.
Kaidah kedua yang harus dipahami secara global sebelum kita masuk pada perincian, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah membagi rejeki hamba-Nya secara adil. Ada orang yang Allah titipkan rejekinya di pintu perniagaan, ada orang-orang yang Allah titipkan rejekinya di pintu pertanian, ada orang-orang yang rejekinya Allah titipkan ditengah-tengah lautan yaitu para nelayan, ada yang orang-orang Allah titipkan rejekinya itu di perkantoran, mereka para birokrat.
Kadang kala kita ketika melihat para pedagang yang sukses kaya raya, hidupnya serba kecukupan, hidup mewah, hidup enak. Kadang kala dalam diri kita ada rasa cemburu, kita sebagai orang yang tidak berprofesi sebagai pedagang, sebagai birokrat, sebagai karyawan, sebagai petani, kita mungkin berkata, "Oh enak ya sebagai pedagang, kapan saja dia bisa pergi ke kantornya, kapan saja dia mau istirahat bisa istirahat, hasilnya melimpah".
Subhanallah
Perlu disadari bahwa di sisi lain bisa jadi saat Anda berkata-kata demikian itu, ada para pedagang yang sedang iri dengan jabatan Anda. "Enak ya sebagai pejabat, rutinitas, birokrasi, secarik kertas dan bolpen, selesai masalah semua". Tapi pedagang dia harus datang ke sana kemari, lari sana, lari kemari, mencari barang, mencari customer, persaingan dagang, memikirkan inflasi dan lain sebagainya, pusing.
Karenanya kesimpulannya hendaknya kita sadar, bahwa profesi sebagai pedagang itu adalah karunia Allah, tidak boleh ada iri, tidak boleh ada hasad. Syukurilah profesi yang telah Anda miliki. Bisa jadi itulah memang pintu rejeki Anda. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman,
أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَتَ رَبِّكَ ۚ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُم مَّعِيشَتَهُمْ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا
"Apakah mereka membagi kemurahan Allah rejeki Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ketahuilah bahwa Kamilah yang membaginya kepada mereka.” [QS Az-Zukhruf: 32]
Siapa yang menentukan para petani itu menjadi petani? Allah. Siapa yang menjadikan dan memudahkan para pedagang itu akhirnya menjadi pedagang yang sukses? Siapa yang memudahkan para nelayan itu sehingga mereka mahir mencari ikan di tengah lautan? Allah Subhanahu wa Ta’ala.
اعْمَلُوا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ
"Teruslah berjuang teruslah beramal, karena sejatinya masing-masing dari kita akan dimudahkan untuk menemukan, untuk menjalani garis kodratnya.” (HR Tirmidzi 2136)
لِمَا خُلِقَ لَهُ
Baik qodrat tentang rejekinya, tentang hidupnya, tentang surga nerakanya dan lain sebagainya. Sehingga tidak perlu ada hasad, tidak perlu ada iri. Status sebagai pedagang itulah karunia dari Allah Subhanahu wa Ta'ala maka syukurilah. Allah membagi, ada sebagian yang sebagai petani dan sebagian sebagai pedagang. Andai semua menjadi pedagang, maka celaka kita. Andai semua menjadi produsen, celaka kita.
Walau demikian, walau kita tidak semua jadi pedagang, tidak semua jadi petani, tapi kita semua membutuhkan kepada kontribusi mereka. Kehadiran para pedagang, kehadiran para petani, kehadiran para produsen, kehadiran para nelayan, itu dibutuhkan oleh semua orang.
Karenanya marilah, kita kenali potensi kita yang terbaik. Kemudian kita optimalkan bagaimana kita memanfaatkan potensi yang Allah berikan kepada kita, untuk kemudian berkontribusi, berkarya, menghasilkan yang bermanfaat, harta kekayaan ataupun yang lainnya untuk kemudian kita persembahkan pada Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagai sarana penunjang, pengabdian kita sebagai mukmin, sebagai seorang yang beriman.
Ini yang bisa kita sampaikan pada sesi kali ini. Kurang dan lebihnya mohon maaf
وبالله التوفيق و الهداية
Sampai jumpa di lain kesempatan
وَالسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Tidak ada komentar:
Posting Komentar